Antiperspiran banyak digunakan dalam produk perawatan tubuh untuk mengurangi produksi keringat dan menghilangkan bau tidak sedap di ketiak. Namun, beredar isu bahwa penggunaan bahan kimia ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan. Benarkah demikian?
Meski banyak beredar di pasaran, penggunaan antiperspiran sebagai produk perawatan tubuh masih menuai kontroversi. Beberapa pihak menyatakan bahwa antiperspiran aman digunakan bila kadarnya tidak berlebihan.
Di sisi lain, antiperspiran kerap dikaitkan dengan berbagai kondisi, seperti alergi, kanker, dan bahkan penyakit Alzheimer. Untuk lebih jelasnya, Anda sebaiknya ketahui lebih dulu fungsi dan fakta terkait penggunaan antiperspiran di bawah ini.
Fungsi Antiperspiran dan Perbedaannya dengan Deodoran
Sebagian orang menganggap bahwa antiperspiran dan deodoran adalah produk yang sama, padahal keduanya memiliki kandungan dan fungsi yang berbeda.
Antiperspiran mengandung bahan yang dapat menyumbat kelenjar keringat, sehingga produksi keringat dapat berkurang. Sementara itu, deodoran umumnya mengandung parfum yang dapat menyamarkan bau badan.
Meski memiliki fungsi dan cara kerja yang berbeda, keduanya sama-sama digunakan sebagai produk perawatan kulit ketiak, serta sebagian besar produk pewangi ketiak yang ada di pasaran adalah kombinasi dari kedua zat tersebut. Namun, ada pula produk yang memiliki salah satu kandungan saja.
Fakta Penggunaan Antiperspiran terhadap Kesehatan
Selain kandungan di atas, antiperspiran juga sering mengandung bahan lain, seperti paraben sebagai pengawet, lanolin sebagai pelembap, aluminium untuk membantu proses penyerapan keringat, dan parfum.
Berikut ini adalah beberapa isu kesehatan yang dikaitkan dengan penggunaan antiperspiran beserta faktanya:
1. Reaksi alergi
Reaksi alergi bisa saja terjadi pada sebagian orang setelah pemakaian antiperspiran. Hal ini ditandai dengan rasa gatal, ruam merah, atau bentol di ketiak. Alergi biasanya lebih sering muncul pada produk yang mengandung wewangian.
Bila mengalami gejala tersebut, segera hentikan pemakaian produk dan periksakan diri ke dokter. Dokter dapat memberikan krim atau salep dengan kandungan kortikosteroid untuk meredakan reaksi alergi.
Untuk mencegah reaksi alergi akibat antiperspiran, pilihlah produk tanpa tambahan parfum dan berlabel hipoalergenik yang berisiko rendah menyebabkan alergi.
2. Kanker
Penggunaan antiperspiran dengan kandungan aluminium dan paraben dipercaya dapat memicu kanker payudara. Alasannya, karena kedua zat tersebut bereaksi di dalam jaringan payudara, sama seperti hormon estrogen yang diduga dapat merangsang pertumbuhan sel kanker payudara.
Meski begitu, hingga saat ini, belum ada penelitian yang dapat membuktikan adanya hubungan antara penggunaan antiperspiran dengan perkembangan kanker payudara.
3. Penyakit Alzheimer
Garam aluminium, seperti aluminium klorida dan aluminium zirkonium, merupakan bahan aktif yang terkandung dalam antiperspiran. Kandungan ini diduga bisa meningkatkan risiko penyakit Alzheimer.
Meski begitu, dugaan tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut. Walau pada beberapa studi ditemukan peningkatan konsentrasi aluminium pada otak penderita Alzheimer, tetapi belum dapat dipastikan hubungan antara paparan aluminium dengan munculnya penyakit Alzheimer.
4. Penyakit ginjal
Penderita gangguan ginjal kronis stadium 4 atau 5 perlu berkonsultasi lebih dulu dengan dokter sebelum menggunakan produk antiperspiran. Hal ini karena pada stadium tersebut, ginjal tidak bisa lagi menyaring aluminium secara optimal.
Oleh karena itu, sebisa mungkin hindari penggunaan produk yang mengandung aluminium.
Beberapa masalah kesehatan yang diduga muncul akibat penggunaan produk antiperspiran atau deodoran belum terbukti benar dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Bila Anda masih khawatir, pilihlah produk antiperspiran atau deodoran yang bebas aluminium dan paraben. Jika masalah keringat berlebih atau bau badan masih mengganggu, sebaiknya periksakan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
TERSEDIA JUGA:
Leave a Reply